Universitas Islam Jember

Hak Berpolitik Warga NU Perspektif Khittoh Nahdiyah

Dalam Khittoh Nahdiyah Secara tersirat pemi-kiran politik yang ditegaskan dalam Khittoh Nahdiyah berdasar pada paham politik keagamaan yang dianutnya yaitu politik Islam yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah, adalah politik Rasulullah, politik khalifaturrasyidin dan juga secara otomatis akan dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran politik ulama pembela Sunni.

Sesungguhnya politik adalah perintah ajaran Islam yang diawali sebuah kekhalifahan, berbicara soal khalifah pasti berbicara persoalan politik, kedudukan khalifah dapat diperoleh lewat jalur politik. Politik    menentukan siapa yang lebih pantas menjadi khalifah (pemimpin). Karena itu, konsep fiqih harus memilih orang yang bijaksana dan mampu mengatur bangsa dan Negara menjadi baik. Negara yang dipimpin oleh orang yang tidak bijak maka akan mengakibatkan kepada lemahnya bangsa dan Negara. Oleh karena itu, semua rakyat wajib memilih pemimpin yang baik. Jangan samapai salah pilih atau disogok oleh pemimpin yang jelek. Pemimpin yang demikian hanya mencari kekayaan dan menggunakan berbagaicara dan menghalalkan segala cara untuk mencapai hasratnya.

Jika diamati perjalanan politik yang dijalankan NU menggunakan politik kerakyatan, politik kebangsaan dan politik kekuasaan. Politik kerakyatan adalah politik sebagai implementasi dari amar ma’ruf dan nahi mugkar. Politik kebangsaan adalah politik untuk mempertahankan keutuhan bangsa dan kekuatan Negara Indonesia. Politik kekuasaan adalah politik yang dijalankan NU structural untuk mendapatkan jabatan kekuasaan di Negara Indonesia agar aspirasi warga NU dapat dilaksanakan dengan baik.

Dalam Khittoh Nahdiyah perpolitikan telah dijelaskan secara jelas bahwa

NU sebagai Jam’iyah secara organisatoris tidak terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan manapun juga. Setiap warga NU adalah warga Negara yang mempunyai hak-hak politik yang dilindungi oleh undang-undang.[1]

Di dalam hal warga NU menggunakan hak politiknya harus melakukan secara bertanggungjawab. Sehingga dengan demikian, dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demokrasi, konstitusional, taat hukum dan mampu mengembangkan mekanisme musyawarah dan mufakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama.[2]

Warga NU bebas menggunakan hak politiknya dan tidak terikat dengan organisasi politik manapun, akan tetapi dituntut untuk bersikap netral dan demokratis, bertanggungjawab dan bersungguh-sungguh dalam menentukan pilihannya.

Jadi Khittoh Nahdiyah adalah memberikan kebebasan kepada Nahdiyyun atau Sunniyun untuk ikut menyalurkan hak politiknya dan tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Kebebasan menyalurkan hak politiknya bisa jadi bermakna goul put disebabkan tidak ada kecocokan kepada partai atau calonnya. Tetapi di lain pihak NU mempunyai keadaran politik bahwa pemilu merupakan pesta demokratis Indonesia secara langsung untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang cerdas, jujur adil dan bijaksana. Sehingga bisa mewakili kepentingan dan kebutuhan rakyat.

[1] KH Ahmad Shiddiq, Khittoh Nahdiyah

[2] KH Ahmad Shiddiq

Oleh: Dr. Ahmad halid, M.Pd.I

*Penulis merupakan dosen tetap Universitas Islam Jember. Saat ini penulis mengampu mata kuliah di Fakultas Agama Islam UIJ. 

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
error: Konten dilindungi ...
0
Anda suka tulisan ini.? Silahkan komenx
()
x