Universitas Islam Jember

Model Pendidikan yang Dikembangan Dikalangan Kaum Nahdliyyin

Oleh: Dr. Ahmad Khalid, S.Pd.I, M.Pd.I

Pendidikan Dalam Khittoh Nahdiyah adalah menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas, menguasai bahasa Arab dan bahasa Asing lainnya. Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga pendidikan yang bernuansa Islam dan sudah tersebar diberbagai daerah khususnya di Pulau Jawa. Banyak santri yang menguasai bahasa Asing tersebut. Sedangkan pesantren salaf tetap tidak mempelajari bahasa Asing selain Bahasa Arab bahkan ada sebagaian kecil masih mengharamkan untuk belajar bahasa asing itu (tetapi hampir musnah).

Masalah pendidikan, dakwah islamiyah kegiatan sosial serta perekonomian adalah masalah yang tidak bisa dipisahkan untuk mengubah masyarakat yang terbelakang, bodoh dan miskin, menjadi masyarakat yang maju, sejahtera dan berakhlaq mulia. Karena itu model pendidikan. KH. Ahmad Shidiq menjelaskan “NU bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah swt cerdas, terampil, berakhlaq mulia, tentram, adil dan sejahtera” (KH Ahmad Shiddiq, Khittoh Nahdiyah)

Pendidikan yang diatur dalam Khittoh Nahdiyah tersebut adalah pendidikan yang berkonsentrasi untuk membentuk insanul kamil (manusia sempurna); insan yang dewasa, berimtaq dan beriptek serta cerdas, terampil, bermoral islami, tentram, adil dan sejahtera hidupnya. Tentu tidak mengenal pemisahan ilmu umum dan ilmu agama, memposisikan semua ilmu wajib dipelajari karena semua ilmu itu milik Allah, hanya saja mengklasifikasi dalam bentuk ilmu-ilmu yang perlu didahulukan dan utama dipelajarinya.

Kemudian untuk merelevankan proses pendidikan dengan tujuan NU (khittoh Nahdliyyah) selalu melakukan evaluasi terhadap referensi (rujukan) yang dijadikan dasar pembelajarannya dan evaluasi terhadap guru-gurunya, seperti yang telah ditegaskan dalam station Nahdlatul Ulama 1926 dijelaskan bahwa “memeriksa kitab-kitab, sebelumnya dipakai otentik mengajar, supaya diketahui apakah itu daripada kitab-kitab Ahlu Sunnah Wal Jama’ah atau kitab-kitab ahli bid’ah, memperbanyak madrasaah-madrasah yang berdasar agama Islam. (Ahmad Khalid. 2015:66)

Para Kyai NU sangat ketat dan selektif dalam memploting ustadz (guru) dan materi (referensi kajian) yang dijadikan rujukan dalam pengajian di pesantren maupun di Madrasah diambilkan dari ustadz-ustadz dan kitab-kitab yang berasal dari kelompok pembela Ahlussunnah dan membuang jauh-jauh kelompok ahlu bid’ah.

Masyarakat awam, membangun nilai bahwa berzanji menjadi karakter dan membudaya, bahkan ada anggapan seakan akan sebuah ritual jika tidak dibacakan berzanji, maka ritual itu dianggap kurang sempurna.  Adalah boleh dan tidak ada larangan membaca berzanji karena isinya shalawat, Yang tidak boleh adalah anggapan disejajarkan dengan al-Qur’an bahkan lebih agung darinya. Berzanji karangan manusia yang berisi syair-syair dan puisi cinta rindu pada kekasihnya. Sedangkan al-Qur’an kitab pusaka umat Islam yang datangnya dari Allah menjadi pedoman hidup sepanjang masa bernilai ibadah. Itulah gambaran singkat model pendidikan yang diatur dalam Khittah Nahdliyyah.[]

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
error: Konten dilindungi ...
0
Anda suka tulisan ini.? Silahkan komenx
()
x