Universitas Islam Jember

Ajak Kampus NU Kejar Prestasi Akademik

SANTAI: Direktur Kemahasiswaan Kemenristek Dikti, Dr Didin Wahidin, MPd memberikan pemaparan di hadapan mahasiswa dan dosen di UIJ, kemarin. Foto.NUR HARIRI/RADAR JEMBER

Direktur Belmawa Ceramah di UIJ

KALIWATES – Kecanggihan teknologi bisa

dimanfaatkan, tetapi bisa pula mengancam kehidupan banyak orang. Majunya dunia diera sekarang ditandai dengan banyaknya pekerjaan yang tergantikan oleh mesin. Mungkinkah ke depan, tenaga dosen pengajar mahasiswa juga tergantikan oleh mesin?.

Pokok persoalan itulah yang menjadi bagian dari pembahasan seminar nasional yang digelar di Universitas Islam Jember (UIJ) kemarin. Menurut Ketua Yayasan UIJ, Dr KH Abdullah Samsul Arifin, MpdI, kecanggihan dunia teknologi seperti jejaring sosial, internet dan yang lain tak bisa dipungkiri.

“Salah satu tanda era 4:0, semakin meningkatanya penangguran karena banyak tenaga yang diganti menggunakan mesin. Sekarang, satu hektare sawah cukup dipanen satu orang ditambah dengan mesin. Tidak menutup kemungkinan dosen diganti mesin,” kata pria yang akrap dipanggil Gus Aab, yang membuka seminar seminar tersebut.

Dalam seminar bertema “Peran Dosen dan Mahasiswa dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia di Era Revolusi 4:0” itu, pembicara utama, Dr Didin Wahidin, MPd, direktur Kemahasiswaan Kemenristek Dikti, menyampaikan banyak hal terkait perkembangan dunia teknologi. Dan itu, kata dia, harus dikejar oleh kampus swasta, termasuk perguruan tinggi milik NU, seperti UIJ.

 Menurut dia,  dengan terbukanya informasi dan majunya dunia maya, maka dosen bisa saja disalip oleh mahasiswanya. Sebab, untuk mengakses ilmu pengetahuan, saat ini tidak hanya teks book, melainkan bisa menggunakan internet. “Kalau dosen tidak mengikuti perkembangan zaman, bisa saja keilmuannya disalip oleh mahasiswanya,” ujarnya.

Peran dosen saat ini, kata mantyan rektor Unisnu tiga periode ini, harus masuk pada jejaring-jejaring dan tidak boleh kehilangan peran. “Termasuk mahasiswanya, harus tetap memiliki guru karena belajar tanpa guru, temannya adalah setan,” sindirnya.

Menurutnya, lulusan perguruan tinggi dari 4.700 di Indonesia ada lebih dari 1,5 juta orang per tahun. Namun, mereka tidak seluruhnya bisa langsung mendapat pekerjaan. Sebab, kesesuaian ilmu pengetahuan yang di dapat tidak sama dengan kebutuhan kerja yang ada.

“Kesesuaian kompentensi lulusan dengan serapan pasar yang dibutuhkan tidak seimbang. Maka itu berimbas pada persaingan dosen dan mahasiswa. Dengan demikian, dosen harus tetap belajar mengembangkan keilmuannya dengan mengikuti perkembangan zaman agar tidak kehilangan perannya. Jadi, harus menyesuaikan menyesuaikam sains dan teknologi,” jelasnya.

Didin menjelaskan, secara umum kompentensi harus dimiliki oleh dosen dan mahasiswa dalam memasuki era 4:0 ini. Apabila kompetensinya tidak mengikuti sains dan teknologi yang saat ini berjalan, kata dia, maka ke depan juga akan melahirkan generasi yang tertinggal jauh. “Jangan main-main dengan urusan pengembangan SDM. Kalai kita kalah, maka ketinggalannya akan sangat jauh. Harus berkualitas. Itu, kalau kita ingin menaklukkan revolusi tahap 4,” tandasnya.

Dikatakan, jika dosen dan mahasiswa salah melangkah, maka akan ketinggalan dan generasi berikutnya akan tetap menjadi babu. “Pemikiran bahwa kita tertinggal, bodoh, harus dibuang jauh-jauh. Dan kita harus bangkit menciptakan SDM yang kreatif, inovatif, kompetitif,” jelas Didin.

Jika ingin Indonesia maju dan bisa bersaing dengan negara yang lain, Didin mengharap, agar dosen mengikuti perkembangan sains dan teknologi, sehingga tidak tergantikan oleh robot mesin. “Untuk itu, akses ke perguruan tinggi harus di mudahkan agar warga bisa belajar. Nah, untuk mahasiswanya jangan hanya belajar satu apa yang ada di jurusannya saja, tetapi harus harus ditambah dengan muatan lain yang mengarah pada skill mahasiswa,” papar Didin.

Dikatakan, jika sains dan teknologi diikuti, maka karakter tidak boleh ditinggal. Menurutnya, orang yang pintar bisa memintarkan orang dan orang pintar bisa saja menipu orang. Tetapi dengan karakter yang baik, maka keilmuan yang dimiliki pastinya akan dimanfaatkan untuk membantu orang lain. “Integritas, ilmu diamalkan, cinta tanah air, dan bersikap global,” katanya.

Mantan aktivis mahasiswa ini mengajak semua mahasiswa dan dosen UIJ untuk melihat perkembangan zaman di sekitar. Salah satunya gojek yang dulunya tidak pernah kebayang, tetapi saat ini sudah sangat mendunia. Selain itu, dosen dan mahasiswa juga dituntut untuk membaca dan melihat bahwa sudah banyak pekerjaan yang dulu ada tetapi hari ini sudah tidak ada. “Dosen itu belajar sepanjang hayat. Kalau tidak belajar ya berhenti jadi dosen. Mahasiswa harus semangat belajar,” tegasnya.

Dalam seminar tersebut, Agus Dwi Purmawan, Ketua LPT NU juga menjadi salah satu narasumber. Selain itu seminar juga di hadiri oleh puluhan mahasiswa dari UIJ serta beberapa mahasiswa dari kampus sekitar. (kl/mg3/sh)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
error: Konten dilindungi ...
0
Anda suka tulisan ini.? Silahkan komenx
()
x