Universitas Islam Jember

Tawassul Sebagai Tradisi dan Metode Pembelajaran Pesantren untuk Mencapai Tujuan

Oleh: Dr Ahmad Halid, M.Pd.I

Makna tradisi metode tawassul

Tawasul berasal dari bahasa Arab yaitu :التوسل) adalah nilai-nilai, norma, asumsi dan keyakinan  seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah dan hajat-hajat atau keinginan dapat tercapai dengan menggunakan pelantara. Pelantara dalam surat al-Maidah ayat 35 disebut الْوَسِيلَةَ (wasilah).

Dalam dunia pendidikan pelantara pembelajaran sangat banyak macamnya antara lain: media pembelajaran, strategi, metode, evaluasi, guru, buku, sarana prasarana dan sebagainya. Namun tradisi atau metode tawassul di dunia pembelajaran pesantren lebih diyakini sebagai nilai-nilai religius yang memiliki sambungan batin yang sangat kuat kepada Allah dan menggunakan pendekatan pelantara para Nabi, Rasul, sahabat, mushannifin dan orang-orang shalih untuk membuka pintu barakah ilmu Allah swt. Sehingga dengan demikian diasumsikan akan mencapai tujuan dengan mudah, dan terbukti mampu mengantarkann santri (siswa) mencapai tujuan pendidikan dari segi fikiran (kalbu), sikap dan tindakannya.

Ciri Khas Metode Pesantren yang Unggul 

Metode pembelajaran pesantren yang umum dikenal adalah metode sorogan, wetonan, hafalan, tawarrukan, namun metode tawassulan belum dianggap sebagai metode pembelajaran. Padahal setiap kyai memulai pengajian dimulai dengan kegiatan tawassul kepada Rasulullah, para sahabat, para tabi’in, para ulama, para mushannifin, para syuhada, para guru-guru dan orang tua. Metode tawassul inilah yang dapat menghubungkan maksud dari pembelajar kepada Rasul, para sahabat dan para ulama untuk terbukanya pintu cahaya Allah dan ilmu Allah swt. Sehingga para pembelajar mendapatkan kemudahan dalam proses pembelajaran. Kemudahan itu lah awal keberhasilan para santri untuk mencapai tujuan pendidikan.

Para pembelajar dari golongan Ahlussunnah tidak ada yang meragukan tentang keunggulan metode tawassul untuk menjadikan siswa atau santri mampu mencapai tujuan pembelajaran. Sebab metode pembelajaran tawassul itu diibarat “sebuah Hanphon didekatkan ke tower atau pemancar sinyal” maka akan memantulkan sinyal yang kuat dan fungsinya lebih kuat dan lebih cepat dan jelas dalam berkomunikasi. Begitu juga siswa yang belajar melalui metode tawassul kepada nabi Allah, para wali dan orang-orang shalih, maka permohonan bantuan doa orang-orang sholeh itu lebih didengar dan dikabulkan oleh Allah swt.

Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar menjelaskan metode tawassul telah digunakan oleh para sahabat Rasulullah SAW ketika proses pembelajaran atau memiliki hajat tertentu sebagai berikut

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ ، يَا مُحَمَّدُ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِيْ هَذِهِ لِتُقْضَى لِي ، اَللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ.

Artinya, “Wahai Tuhanku, aku memohon dan menghadap kepada-Mu dengan bersandar pada kedudukan mulia nabi-Mu, Nabi Muhammad SAW, nabi penuh kasih. Wahai Nabi Mahummad SAW, melaluimu aku menghadap kepada Allah agar segala hajatku terpenuhi. Ya Allah, terimalah syafa’atnya untuk pemenuhan hajatku.” (Imam Nawawi: Al-Adzkar)

Hadits ini memuat riwayat sahabat Utsman bin Hunaif. Ia menceritakan bahwa salah seorang dengan cacat penglihatan datang kepada Rasulullah SAW dan memintanya berdoa kepada Allah agar menyembuh-kan penyakitnya. Setelah itu Rasulullah SAW meminta sahabat yang sakit ini untuk bersuci dengan wudhu yang sempurna, lalu Rasulullah SAW memintanya untuk membaca lafal tawasul seperti di atas.

Tradisi Pembelajaran Tawassul: Mencapai tujuan pembelajaran “kebahagiaan di dunia dan diakhirat”

Tidak diragukan lagi bahwa metode tawassul dapat mencapai tujuan pembelajaran, metode tawassul itu berhubungan erat dengan keyakinan bahwa berdoa “meminta” melalui pelantara Nabi, para Wali Allah atau orang-orang shalih dapat dikabulkan oleh Allah swt, serta berkaitan pula dengan ditempat-tepat yang “istimewa” (tempat yang dimuliakan oleh Allah swt seperti ka’bah, majid haram dll) dijanjikan Allah adalah istijabah seperti berdoa dika’bah secara cepat direspon oleh Allah swt. Begitu juga tawassul diwaktu-waktu tertentu yang diistimewakan oleh Allah swt seperti disepertiga malam. Maka diluar nalar manusia, tujuan pembelajaran itu akan terwujud dengan baik.

وروى عبد الله بن بكر السهمي، قال: ثنا هشام بن أبي عبد الله عن يحيى بن كثير، عن هلال بن أبي ميمونة، قال: ثنا عطاء بن يسار أن رفاعة الجهني حدثه قال: فكنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم حتى إذا كفا بالكديد أو قال بقديد – حمد الله وأثنى عليه، ثم قال: (إذا مضى ثلث الليل أو قال ثلثا الليل نزل الله عز وجل إلى السماء، فيقول: من ذا الذي يدعوني أستجيب له ؟ من ذا الذي يستغفرني أغفر له ؟ من ذا الذي يسألني أعطيه ؟ حتى ينفجر الفجر) نزولا يليق بذاته من غير حركة وانتقال، تعالى الله عن ذلك علوا كبيرا .

Abdullah bin Bakr al-Sahmi mengisahkan, ia berkata: menceritakan kepada kami Hisyam bin Abi Abdullah dari Yahya bin Kasir. Dari Hilal bin Abi Maimunah. Dia berkata, menceritakan kepada kami Atha’ bin Yasar bahwa Rifa’ah al-Juhani menceritakan kepadanya. Katanya ketika kami bersama rasulullah saw sehingga dia berada di al-Kadid Beliau memuji Allah dan menyanjungnya, lalu beliau bersabda, “apabila berlalu sepertiga malam ataupun dua pertiga malam. Maka Allah turun ke langit (dunia) dan berkata, barangsiapa berdoa kepadaku niscaya aku mengabulkannaya. Barang siapa berdoa kepadaku niscaya mengabulkannya. Berangsiapa memohon ampunan kepadaku niscaya pula aku memberinya. Sampai terbit fajar. Caranya turunnya itu adalah yang paling sesuai dengannya tampa pergerakan ataupun perpindahan Allah lebih tinggi dari pada itu semua. (Abu Hasan al-Asy’ari, terjemah Ahmad Khalid, 2019: 89)

Tugas guru adalah berusaha kelas mengelola pembelajaran di sekolah agar dapat menyambungkan dengan tempat-tempat dan waktu-waktu itu yang istijabah, bisa dilakukan dengan cara internalisasi dan agenda pembelajaran yang terintegrasi dengan hadis tersebut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya (wasilah) dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kalian mendapat keberuntungan”. (al Maidah ayat 35)

Kata tawassul pada ayat tersebut meliputi 4 pemahaman yaitu tawassul bi asmaillah, tawasul bi a’mal shalihat, tawassul bis shalihin dan tawassul bi dzat.

Pertama, tawassul bi asmaillah (tawassul dengan nama Allah). Tawassul ini adalah tawasul yang paling tinggi. Misalnya dengan perkataan a‘ûdzu biqudratillah, a‘udzu bi izzatillah dan yang lainnya. Seperti tawasul kepada Allah agar disembuhkan dari sakit. Tawassul ini juga bisa dilakukan dengan menyebut asmaul khusna, secara lengkap atau sebagian. Atau dengan ismul a’dham. Ismul a’dham, menurutnya merupakan password berdoa. Ismul a’dham ini disamarkan, tetapi bisa dipelajari, misalnya dalam kitab Imam Nawawi, Fatawa Nawawi, disebutkan tentang ismul a’dham.  (https://www.nu.or.id/post)

Kedua, tawasul bi a’mal shalihat (tawassul dengan amal yang baik). Kiai Wazir menjelaskan, dalam kitab Riyadus Shalihin dikisahkan, ada 3 orang sahabat, yang dalam perjalanan mereka menemukan gua. Karena penasaran, ketiganya memasuki gua tersebut. Saat sudah masuk, tiba-tiba ada angin kencang, yang merobohkan batu besar sehingga menutupi gua. Mereka mengalami kesulitan, seminggu tidak makan, dan memanggil-manggil orang tidak ada yang dengar, lalu ketiganya muhasabah. Seorang dari mereka berdoa dan bertawassul dengan perbuatan birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua). Akhirnya batu terdorong angin besar, dan ada sinar matahari. Kemudian yang lain berdoa dengan amal unggulannya, akhirnya batu tergeser sedikit demi sedikit.  (https://www.nu.or.id)

Ketiga, tawassul bis shalihin (tawassul dengan orang-orang shalih). Tawasul kepada orang-orang shalih, baik masih hidup atau sudah meninggal. Apa bisa tawasul kepada yang masih hidup. Diceritakan dalam hadits shahih, ada salah satu sahabat buta, yang ingin bisa melihat, kemudian ia tawassul Allahumma inni as’aluka wa atawajjahu bi nabiyyika fi hajati hadzihi… (Ya Allah saya meminta dan menghadapmu dengan wasilah kepada Nabi dalam memenuhi kebutuhan saya ini…). Akhirnya sahabat tersebut bisa melihat.

Keempat, tawassul bi dzat (tawassul dengan dzat).  Cara melakukan tawassul macam ini, misalnya bi jahi (dengan kedudukan), bi hurmati (dengan kemuliaan), bi karamati (dengan kemurahan). Shalawat Nariyah merupakan tawassul bi dzat. Tawassul yang keempat ini diperselisihkan oleh para ulama’. Menurut sebagian besar ulama, tawassul dengan empat macam di atas tidak masalah, tetapi menurut Ibn Taimiyah, semua tawassul bisa diterima secara syariat kecuali tawassul bi dzat,” (www.nu.online).

Metode tawassul memperkuat hubungan Ruhaniyah Santri Dengan Guru

Metode tawassul biasanya dipraktikkan dipesantren umumnya setelah selesai shalat lima waktu, ketika memulai pembelajaran dan dzikiran, shalwatan dan seterusnya, memohon keberkahan dan keterbukaan hati dan fikiran dengan maksud dimudahkan segala macam urusan oleh Allah swt.

 Metode tawassul yang dilaksanakan dalam pembelajaran juga membangun  hubungan komunikasi batin dan lebih meningkatkan jalinan hubungan ruhaniyah dengan para kyai pendiri, pengasuh pesantren, supaya akhlaq santri tetap terjaga, dapat menghindari perbuatan maksiat kepada Allah swt.

  1. Afifuddin Muhajir (wakil pengasuh bidang Ilmiah Pondok Sukorejo) konsep Tawassul yang dapat membangun loyalitas dan kepatuhan para santri kepada guru dan ma’hadnya sebagai berikut:

إِنِّى أَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِأَوْلِيَآئِكَ المقَرَّبِيْنَ وَبِمَشَايِخِيْ وَمَشَايِخِ مَشَايِخِنَا خُصُوصًا شَيْخَنَا شَمْس العَارِفِينَ وَشَيْخَنَا أَسْعَد شَمْس العَارِفِينَ وَشَيْخَنَا أَحْمَد فَوَائِد أَسْعَد وَشَيْخَنَا ظَافِر مُنَوَّر أَنْ تَهْدِيَنِي إِلَى صِرَاطِكَ المستَقِيمِ وَتَرْزُقَنِي إِيمَانًا صَادِقًا وَعِلْمًا نَافِعًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَاسِعًا (و…….)

Artinya: Wahai Tuhanku…melalui Nabi dan Utusan-Mu yaitu Nabi Muhammad SAW dan para kekasih-kekasih-Mu yang dekat dengan-Mu, para guru dan guru dari guru-guru kami; khususnya KHR. Syamsul Arifin, KHR. As’ad Syamsul Arifin, KHR. Ahmad Fawaid, dan KHR. Dhofir Munawwar; aku memohon agar Engkau menuntunku menuju jalan-Mu yang lurus (benar), aku memohon agar Engkau memberiku rizki berupa keimanan yang tulus, ilmu yang bermanfaat, amal yang Engkau terima dan rizki yang baik serta melimpah… (dapat ditambah dengan hajat yang lain).

Metode tawassul ini sangat cocok dalam konteks kekinian dimana sedang mengalami dagradasi moral siswa kepada gurunya. Dengan menerapkan metode tawassul, Maka akan semakin memabagun jalinan batin dengan guru-guru, bahkan akhlaq siswa akan tetap terjaga dengan baik karena sudah diikat dengan hubungan kasih sayang kepada sesamanya. 

 Praktik tradisi metode pembelajaran tawassul

Praktik pembelajaran tawassul sangat beragam praktiknya, diantaranya adalah pertama, pesantren melaksanakan dengan ziarah kemakam para wali Allah dan ulama dan orang-orang shalih. Keyakinan yang dibangun adalah tempat itu (makam para wali dan ulama) sebagai wadah untuk mendoakan dengan bacaan al-qur’an dan shalawat serta dikir-dikir yang ditujukan kepada yang diziarahi. Kemudian para penziarah, memohon didoakan agar tujuan dan cita-citanya dikabulkan oleh Allah swt. Metode ini lebih memperkaya khazanah ketenangan jiwa dan ketentraman bahkan lebih menyadari untuk berbuat lebih hati-hati dalam hidupnya, meninggalkan maksiat yang dilarang oleh Allah dan tidak disukai oleh Rasulullah saw.

Kedua, wisata religi adalah perjalanan yang menyenangkan dengan mendekatkan diri kepada Allah swt. wisata religi ini bisa dalam bentuk mengunjungi tempat-tempat tertentu yang memiliki nilai historis yang tinggai dan menyejukkan hati, misalnya masjid yang penuh dengan cerita islami, musium yang dapat memberikan pelajaran penting untuk perubahan fikiran, hati, sikap dan tindakan lebih positif.

Ketiga, dzikir jama’ah, dilakukan secara rutin dan anggota tetap tujuannya untuk mendekatkan hati kepada Allah swt dan mensucikan hati melalui renungan-renungan bacaan dzikir kepada Allah dan shalawat kepada Rasulullah. Disamping itu, juga dilaksanakan diawal pembelajaran dan atau diakhir pembelajaran sudah selesai, dalam bentuk tawakkal kepada Allah swt. Hanya Allah yang berhak mengabulkan semua cita-cita atau tujuan.

Ketiga lahkah tersebut dapat menurunkan tensi kenakalan siswa dan menurunkan tingkat pengangguran alumni karena ketiga langkah tersebut dapat mendorong siswa bisa berkreatif dan mengarahkan daya kekuatannya untuk mendapatkan kebutuhannya sesuai dengan nilai-nilai yang dibenarkan dalam Islam.[]

*Penulis merupakan dosen tetap Fakultas Agama Islam Universitas Islam Jember

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
error: Konten dilindungi ...
0
Anda suka tulisan ini.? Silahkan komenx
()
x